Tanjung Lubuk, 2 September 2023

Oleh : Muhammad Yusuf, M.E (Waka Bid. Kurikulum)

Mencintai seluruh ajaran Islam adalah konsekuensi keimanan seorang Muslim. Seorang Muslim tidak boleh mencintai sebagian ajaran Islam, tetapi membenci sebagian lainnya. Menerima sebagian hukum Islam, tetapi menolak sebagian yang lain. Menjalankan sebagian amalan Islam, tetapi anti terhadap sebagian amalan Islam yang lain.

Seorang Muslim tidak boleh, misalnya melaksanakan sholat, tetapi menolak zakat. Mencintai ibadah haji, namun membenci kewajiban kaum Muslimah menutup aurat dengan memakai kerudung atau jilbab. Menerima ajaran islam seputar akhlaq, tetapi membenci ajaran islam yang lain tentang jihad atau Hudud (seperti hukum rajam bagi pezina atau hukum potong tangan bagi pencuri). Menerima system ekonomi syariah, tetapi anti terhadap penerapan hukum syariah secara formal dalam Negara.

Padahal jelas, mencintai seluruh ajaran Islam adalah bagian dari totalitas mencintai Allah SWT, sementara mencintai Allah SWT merupakan konsekuensi keimanan seorang Muslim. Allah SWT berfirman:

والذين أمنوا أشد حبّا لله

Artinya: Orang-orang beriman amat dalam cintanya kepada Allah SWT (QS al-Baqarah [2]: 165)

Mencintai Allah SWT tentu harus dibuktikan dengan menerima, mengikuti dan mengamalkan seluruh ajaran dan tuntunan Rasulnya. Allah SWT Berfirman:

قل إن كنتم تحبّون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم

Artinya: Katakanlah, “jika kalian mencintai Allah SWT maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian” (QS Ali Imran [3]:31)

Mencintai Allah SWT tentu harus dibarengi dengan mencintai Rasulullah SAW kekasihnya. Kecintaan kepada Rasulullah SAW juga merupakan konsekuensi keimanan seorang Muslim. Rasulullah SAW sendiri yang menyatakan demikian:

لايؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين

Artinya: Belum sempurna keimanan salah seorang di antara kalian sampai ia menjadikan aku lebih dicintai dari kedua orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia (HR al- Bukhori)

Karena itu tidak layak seorang Muslim mengaku beriman kepada Allah SWT, tetapi tidak mencintai Rasulullah SAW kekasihnya. Tidak layak pula ia mengklaim mencintai Rasulullah SAW kekasihnya, tetapi tidak mencintai bahkan membenci ajarannya, mengabaikan hukum-hukum yang beliau bawa, apalagi sampai memusuhinya.

Seorang Mukmin tentu memiliki banyak tanda. Di antaranya, sebagaimana firman Allah SWT:

إنما المؤمنون الذين إذا ذكر الله وجلت قلوبهم وإذا تليت عليهم أياته زادتهم إيمانا و على ربهم يتوكلون

Artinya: Sungguh orang-orang yang beriman ialah mereka yang jika disebut nama Allah, bergetarlah hati mereka, jika dibacakan ayat-ayatnya, bertambahlah Iman mereka dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal (QS al- Anfal [8]: 2)

            Imam Jarir ath-Thabari menuliskan dalam tafsirnya bahwa ayat ini memberikan gambaran perbedaan karakter seorang Mukmin dengan selainnya. Beliau menulis, “Bukanlah orang beriman yang menyelisihi Allah SWT dan Rasulnya, meninggalkan kepatuhan pada perkara yang telah dia turunkan kepadanya di dalam kitabnya berupa larangan-larangan dan perintah-perintahnya, serta tidak terikat pada hokum-hukumnya. Namun, seorang Mukmin adalah sosok yang jika disebut nama Allah bergetar hatinya, terikat pada perintahnya, tunduk pada peringatannya, merasa takut kepadannya dan berusaha menghindar dari siksanya. Lalu jika dibacakan kepada dia ayat-ayat dari kitabnya, dia akan membenarkanya, meyakini bahwa itu dating dari sisi Allah SWT, dan bertambah pembenarannya” (Tafsir ath-Thabari 4/9-10).

Tak selayaknya seorang Mukmin berperilaku seperti kaum Kafir yang selalu menentang ayat-ayatnya. Allah SWT berfirman:

وإذا تتلى عليهم أياتنا بينات تعرف فى وجوه الذين كفروا المنكر

Artinya: jika dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat kami yang terang benderang, niscaya kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu (QS al-Hajj [22] :72) 

Lalu apa sajakah tanda seseorang mencintai Agama Allah SWT?

Pertama: Mentauhidkan Allah SWT dan menaati segenap aturanya, serta tidak menyamakannya dengan kecintaan dan ketaatan kepada selainnya. Allah SWT berfirman:

ومن الناس من يتخذ من دون الله أندادا يحبّونهم كحبّ الله و الّذين أمنوا أشد حبّا لله

Artinya: Di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintai tandingan-tandingan itu sebagaimana mereka mencintai Allah. Orang-orang yang beriman amat dalam cintanya kepada Allah SWT (QS al Baqarah [2] :165).

Imam al-Baidhawi dalam tafsirnya menjelaskan makna “orang-orang yang mengambil dan mencintai tandingan-tandingan selain Allah” adalah dengan mengagung agungkan dan menaati Allah SWT. Status Allah menurut mereka sama saja dengan status makhluknya. Sama- sama diagungkan dan ditaati, padahal Allah SWT tidak memiliki tandingan. Tidak ada Tuhan kecuali dia. Tidak ada sekutu baginya. Menyamakan pengagungan dan ketaatan kepada selain Allah SWT merupakan Syirik dan dosa besar. Abdullah bin Mas’ud ra. Pernah bertanya kepada Nabi “Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar”? beliau menjawab:

“أن تجعل لله ندا وهو خلقك”

Artinya: Engkau membuat tandingan untuk Allah SWT, sedangkan dia yang telah menciptakanmu (HR Mutafaq Alayh)

Kedua: mengikuti risalah Nabi Muhammad SAW secara totalitas. Allah SWT Berfirman:

قل إن كنتم تحبّون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبك  والله غفور رحيم

Artinya: Katakanlah, “jika kalian mencintai Allah SWT maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, Allah Maha pengampun lagi maha penyayang” (QS Ali Imran [3]:31)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan maksud ayat ini dalam tafsirnya, “Ayat yang mulia ini adalah penentu bagi siapa saja yang mengaku ngaku cinta mencintai Allah SWT, namun ia tidak berada di jalan Muhammad SAW, maka sungguh ia adalah pendusta baik dalam pengakuanya dan dalam perkara ini, sampai ia mengikuti syariah Muhammad dan agama kenabian dalam seluruh ucapan dan keadaan.” (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, 2/26).

Mencintai Allah SWT dan rasulnya tentu mengharuskan setiap Muslim tunduk pada seluruh ajaran islam baik dalam akidah maupun syariah secara Ikhlas, baik dalam urusan Ibadah, Muamalah, Pernikahan, social hingga politik dan pemerintahan. Inilah konsekuensi keimanan dan kecintaan pada Allah SWT dan Rasulnya.

Suatu kemungkaran dapat memisahkan, mengurangi, bahkan rasa cinta kepda Allah SWT dan Rasulnya dengan menolak hukum-hukum Islam baik ataupun keseluruhannya. Melarang permainan judi, tetapi membiarkan system ribawi. Menerima hukum zakat dan haji, tetapi menolak hokum pidana potong tangan bagi pencuri. Menerima keharaman zina, tetapi menolak rajam atau cambuk sebagai sanksi atas pelakunya.

Ketiga: Mendahulukan Allah SWT dan Rasulnya diatas segalanya (Lihat: QS at Taubah [9] :24). Ornag-orang beriman tidak akan memberikan loyalitas, berkasih saying dan pergaulan dengan orang-orang yang justru memusuhi Allah SWT dan Rasulnya serta Agamanya. Dalam sejarah kita mendapati banyak sahabat yang rela berpisah dengan orang tua, suami, istri, anak dan kaumnya karena perbedaan keyakinan. Mushab bin Umar ra. Berlepas diri dari kedua orang tuanya yang musyrik. Demikian pula Saad bin Abi Waqqash berpisah dari ibunya, putrid-putri Rasulullah SAW. Ruqayyah dan Ummu Kultsum ra ikhlas diceraikan oleh suami-suami mereka, karena memilih beriman dan taat pada Allah dan Rasulnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:

ياايّها الذين أمنوا لاتتخذوا أباءكم وإخوانكم أولياء إن استحبوا الكفر على الإيمان ومن يتولهم منكم فأولئك هم الظالمون

Artinya: Hai orang-orang beriman, janganlah kalian menjadikan bapak-bapak dan saudara-saudara kalian menjadi wali, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan. Siapa saja diantara kalian yang menjadikan mereka sebagai wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (QS at Taubah [9]: 23)

Demikian sikap yang harus dimiliki oleh setiap Muslim. Semoga kita termasuk di dalamnya. Amiinn ya Robbal alamin.

HIKMAH

Rasulullah SAW Bersabda:

لايؤمن أحدكم حتىّ يكون هواه تبعا لما حيث به

“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai ia menundukan hawa nafsunya pada ajaran yang aku bawa”

TIM REDAKSI

Penasehat: Drs. KH. Mudrik Qori, M.A

Penanggung Jawab: Autad Sulaiman, S. Pd. I

Pemimpin Redaksi: Muhammad Yusup, M. E

Redaksi Pelaksana: M. Iqbal, S. Sos. I, M. Pd

Editor: Yunizar, S. Ag, M. Syuhada, S.E

Desain Grafis&Layouter: Irawan Zukna, S. Kom, Bimas Bukin